Monday, May 21, 2007

Sang Senator Harapan Amerika

Oleh Moh Samsul Arifin

Judul Buku : Menerjang Harapan, dari Jakarta Menuju Gedung Putih
Penulis : Barack Obama
Penerbit : Ufuk Press Jakarta, April 2007
Cetakan : I, April 2007
Tebal : 527 halaman

---
Nama yang satu ini akan selalu menghubungkan Indonesia dengan Amerika Serikat. Ada dua alasan mengapa dia "terhubung" dengan Indonesia. Pertama, pernah tinggal di Indonesia selama 3,5 tahun antara 1967 hingga 1971. Kedua, tokoh ini mewakili tradisi baru dalam politik Amerika dengan pikiran dan sikap politik moderat dan lincah. Maklum, dia secara genealogis mewarisi persilangan ras kulit hitam (ayahnya berasal dari Kenya, Afrika) dan ras kulit putih (sang ibu berasal dari Kansas City, Amerika).

Berafiliasi dengan Partai Demokrat, ia memiliki pandangan-pandangan yang terbilang moderat: membelah konservatisme dan progresivisme politik Amerika, sekaligus memakai keduanya secara kontekstual. Jalan moderat yang dipilihnya itu memberi harapan kepada warga Amerika menapaki jalan sejarah tanpa teror dan lepas dari kebijakan yang mendorong terbitnya teror dan kekerasan baru. Dan harapan itu mekar pada masyarakat Indonesia, yang kebetulan pernah mengenalnya sewaktu sekolah di SD 1 Menteng serta mereka yang mendamba adanya perubahan mendasar kebijakan luar negeri Amerika pada Indonesia.

Sang pemilik nama, Barack Obama atau Barry --demikian panggilan kawan-kawan sekelasnya di SD 1 Menteng Jakarta-- adalah nama yang menjulang tinggi menjelang pemilihan presiden AS, November 2008. Di samping Hillary Clinton, putra pasangan Barack Hussein Obama Senior-Ann Dunham ini adalah kandidat serius capres Partai Demokrat pada Pilpres 2008. Obama dan Hillary kini bersaing ketat dalam konvensi di Partai Demokrat. Lihatlah popularitas Obama dan bekas first lady AS (1992-2000) di kalangan Afro-Amerika. Kalangan ini termasuk kantong suara Bill Clinton dalam Pilpres 1992 , momen manis Partai Demokrat ketika menggangsir Partai Republik dari Gedung Putih.

Hasil jajak pendapat ABC News/Washington Post menunjukkan terjadi perpindahan "suara" (ingat ini bukan electoral vote) kepada Obama dan Hillary. Di awal Maret lalu, Hillary yang mengincar sejarah menjadi presiden perempuan pertama dalam sejarah AS mengatasi Obama dengan perolehan suara 36 persen berbanding 24 persen. Survei terakhir Washington Post, masih dalam Maret 2007, memperlihatkan kenaikan popularitas Obama, dengan perbandingan 44 persen untuk Obama dan 33 persen untuk Hillary. Akhir April 2007, Hillary unggul kembali dengan selisih tipis. Diperkirakan persaingan Obama dan Hillary akan terus sengit, hingga konvensi di Demokrat rampung enam bulan menjelang Pilpres 2008. Spekulasi yang berkembang, jika Obama kalah, dia bakal tetap maju dalam Pilpres 2008 sebagai cawapres Hillary Clinton.

Setamat dari pascasarjana Harvard Law School pada 1991, Obama menjadi senator di negara bagian Illinois selama delapan tahun. Setelah itu, 2005, dia terpilih sebagai senator di tingkat federal mewakili Illinois yang berkedudukan di Capitol Hill, Washington DC. Di Senat, tokoh kelahiran Honolulu 4 Agustus 1961 ini duduk sebagai anggota Komisi Hubungan Luar Negeri, Masalah-Masalah Veteran, Kesehatan, Pendidikan, Buruh, Pensiunan, Keamanan Dalam Negeri dan Pemerintahan. Rekam jejak Obama boleh dibilang lengkap di jalur legislatif, tapi tidak di eksekutif -sebagaimana Bill Clinton dan George Walker Bush pernah menjadi gubernur Arkansas serta Florida sebelum memerintah AS.

Buku Menerjang Harapan: Dari Jakarta Menuju Gedung Putih ini diterjemahkan dari The Audacity of Hope, yang bertengger pada daftar buku terlaris versi harian The New York Times. Semi-otobiografi ini mempertegas kepiawaian Obama sebagai penulis andal yang kebetulan berkiprah di jalur politik. Dalam buku teranyarnya ini, Obama mampu membahasakan politik yang berat menjadi ringan. Pilihan katanya tertata dengan tingkat penghayatan yang masuk ke jiwa dari topik-topik yang dibahas. Sebagai penulis Obama berhasil menyihir publik Amerika untuk menyelami pikiran dan sikapnya.

Kecuali menjadi simbol berseminya harapan warga Amerika, adakah tawaran baru dari Obama? Apa komentar Obama atas sepak terjang Bush? Obama bersetuju dengan kebijakan Bush yang menyerang Taliban untuk memburu Osamah bin Laden, akhir 2001. Sebutnya, "Awal yang baik oleh pemerintah, pikir saya mantap, terukur, dan cerdas dengan jumlah korban yang sedikit." Namun, Obama tak dapat menyaksikan harapannya diwujudkan Bush. "…Saya menunggu-nunggu apa yang saya duga akan menyusul: kebijakan yang tidak hanya akan menerapkan perencanaan militer, operasi intelijen, dan pertahanan dalam negeri kita dalam menghadapi jaringan teroris, tapi juga akan membangun sebuah konsensus internasional baru di sekitar tantangan terhadap ancaman-ancaman transnasional" (hlm.62).

Sebaliknya, menurut Obama, Bush meracik kebijakan-kebijakan yang sudah kuno yang diangkat, disatukan, dan dibubuhi label-label baru. "Kerajaan Setan" pada masa Ronald Reagen kini menjadi Poros Setan. Doktrin Monroe versi Theodore Roosevelt, yakni gagasan bahwa Amerika dapat menggeser pemerintahan yang tak disukai secara pre-emptif, kini diganti doktrin Bush. Tindakan pre-emptif itu diperluas Bush dari belahan dunia Barat ke seluruh dunia. Doktrin pre-emptif yang diperluas itu didemonstrasikan secara sangat buruk saat Bush menggulingkan Saddam Hussein pada 2003. Bush juga merekayasa opini warga Amerika sehingga 66 persen yakin bahwa Saddam terlibat dalam serangan 11 September 2001.

Obama sependapat dengan analis yang menyebut Saddam memiliki senjata kimia dan biologis serta mendambakan senjata nuklir. Namun, ujar Obama, apa yang tidak dapat saya dukung adalah "sebuah perang yang tolol, perang yang gegabah, perang yang bukan didasari oleh alasan, melainkan nafsu, yang bukan didasari prinsip melainkan oleh politik." Obama percaya politiklah yang akan menyelesaikan persoalan di Irak. Karena itu, bagi Obama, sudah waktunya untuk memulai fase penarikan pasukan AS dari Negeri 1001 Malam tersebut. Namun, apa harapan Obama itu manifes dalam kebijakan Bush soal Irak? Sekali lagi, hampir pasti tidak.

Pada 1 Mei lalu, Bush memveto RUU yang antara lain mengatur batas waktu penarikan pasukan AS antara 1 Oktober 2007 hingga Maret 2008. Sebuah rancangan yang juga berisi rencana anggaran perang sebesar 124 miliar dolar AS. Bush belum mau menyudahi perang di Irak yang sudah menelan 3.500 tentara AS. Tapi, jangan bayangkan Obama selalu seturut dengan perspektif populis. Dalam banyak kasus, dia sekadar memodifikasi dan bahkan mengamini kebijakan sejumlah presiden AS. Akan diuji seberapa bernas visi politik, ekonomi, hingga pertahanan dan keamanannya yang bermanfaat bagi dunia jikalau dia betul-betul maju dalam Pilpres 2008 dan terpilih sebagai presiden pertama AS dari kulit hitam.

Bagi warga Indonesia yang menginginkan Obama menjadi presiden Amerika, jangan kelewat "disandera" nostalgia bersama masa kecil suami Michelle ini. Betul, jika kawan Menlu Hassan Wirajuda di Harvard Law School, ini memiliki kedekatan emosional dengan Indonesia, tapi itu tidak serta-merta bakal memuluskan diplomasi Indonesia. Seperti adagium kuno, "selain kepentingan, tak ada yang abadi." [Jawa Pos, 20 Mei 2007]

*) Pecinta buku dan jurnalis televisi, tinggal di Jakarta.

No comments: