Monday, December 31, 2007

Mesin Pendongkrak Penjualan?

Oleh Moh Samsul Arifin


PERNAHKAH Anda membaca Leviathan, salah satu karya masyhur Thomas Hobbes yang merupakan buku wajib bagi negarawan dan politisi? Sebelum ini, barangkali kita harus bersusah payah ke perpustakaan—dan dijamin perpustakaan di Indonesia jarang atau tak ada yang mengoleksinya—untuk menelisik filsafat politik Hobbes yang terbit tahun 1629 tersebut. Tapi, saat ini kita tak perlu melakukannya lagi. Cukup ketik kata tertentu di google.com atau books.google.com. Belum setarikan nafas, Anda akan disuguhi sejumlah website atau tulisan yang berhubungan dengan topik tersebut.

Yang lebih "revolusioner" Anda akan dimanjakan dengan layanan buku digital lewat menu baru sang mesin pencari ajaib ini atau disebut Google Book Search (GBS). Kini, Leviathan yang sudah di-entry dalam GBS, dapat diunduh (download) dan bahkan dicetak (print) secara gratis. Ini disebut layanan full view, berlaku bagi buku-buku yang copyright-nya kedaluwarsa atau penerbit/pemegang hak ciptanya memberi izin bagi publik untuk mengakses isi buku dari halaman pertama hingga akhir (lihat mizan.com). Ada lagi limited preview (preview halaman tertentu), snippet view (menjelaskan sekilas buku) dan no preview available (tak ada preview, tapi disajikan info tentang buku ini ditambah link menuju toko buku atau tempat perpustakaan, tempat Anda bisa membeli/meminjam).

Saat membuka Leviathan dalam bentuk digital dari menu GBS ruang serasa memiuh. Saya tak hendak memuji teknologi—yang menjadi basis search engine Google—tapi inovasi tanpa henti dari Google Incorporation yang ditopang Larry Page dan Sergey Brin. Sudah pasti teknologi berperan penting, sebab lembar demi lembar Leviathan tak mungkin dapat dibaca dengan baik jika scanner yang digunakan Google tidak prima.

Konon, scanner untuk menu GBS ini dikembangkan sendiri oleh Google, sehingga halaman-halaman Leviathan cukup jelas dibaca. Ratusan ribu buku digital yang dikoleksi GBS sebagian besar hasil scanning, sebab buku-buku ini majoritas diperoleh—lebih tepatnya dipinjam--dari perpustakaan universitas terkemuka di Amerika Serikat seperti University of California, University Complutense of Madrid, Harvard University, The New York Public Library, dan Stanford University. Masuk akal, karena tak mungkin mengetik ulang ratusan ribu buku itu dalam program PDF misalnya. Selain bertele-tele, cara itu tak seturut dengan semangat zaman ini yang berkejaran dengan waktu.

Terobosan Google Inc. ini menegaskan Ekonomi The Long Tail (Ekor Panjang) seperti diperkenalkan Chris Anderson makin menjadi kebutuhan di masa depan. Secara jitu ekonomi ekor panjang diterapkan dengan baik toko buku online semacam Amazon atau Equator, Khatulistiwa, Inibuku, Bukukita di tanah air. Toko buku Borders di Amerika Serikat rata-rata memajang seratus ribu judul. Namun, sekitar seperempat penjualan buku Amazon berasal dari luar kelompok judul seratus ribu buku tersebut.

Menurut Chris Anderson, jika statistik Amazon jadi panduan, pasar untuk buku yang tidak terjual di kebanyakan toko buku sudah sepertiga ukuran pasar yang ada. Dan lebih dari itu, pertumbuhannya akan meningkat cepat. Google, masih kata Chris Anderson, memperoleh sebagian besar uang mereka bukan dari pemasang iklan perusahaan besar, melainkan dari pemasang-pemasang iklan kecil (Long Tail periklanan).

Ringkasnya, Ekonomi The Long Tail (Gramedia Pustaka Utama, 2007) membidik pasar yang tak tersedia atau tak bisa ditampung toko buku umum. Sekalipun permintaan terhadap produk kita kecil dan terbatas, pelaku ekonomi Long Tail menyediakan produk tersebut. Ia tahu bahwa ada konsumen tertentu yang memerlukan produk (buku atau apa pun) di luar yang kini menjadi best seller atau angka penjualannya (hit) tinggi.

GBS yang mengoleksi ratusan ribu buku memperkuat ekonomi jenis ini. Penerbit yang menjalin kerja sama dengan Google mendapat manfaat dari segi penjualan, sebab buku-bukunya langsung terhubung (di-link) dengan kata tertentu (topik) yang diketik pemakai mesin pencari yang pertama kali diperkenalkan pada 1996 ini.

Di tanah air, Mizan menjadi premium partner pertama GBS. Saya pun mencoba memasukkan "Dunia Sophie: Sebuah Novel Filsafat" karya Jostein Gaarder ke GBS. Salah satu terbitan Mizan dengan angka penjualan tinggi ini sudah masuk entry GBS. Namun, jangan harap Anda bisa mengunduh dan mencetaknya secara gratis. Maklum, buku ini baru masuk dalam layanan no preview available. Tapi, jangan putus asa. Sebab, GBS masih memberi informasi sejumlah toko buku online yang menjual buku tersebut.

Dalam websitenya, Mizan menyebut kerjasama dengan GBS itu merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan Mizan New Media. Yakni menyediakan layanan Phonovela (novel digital yang bisa diakses lewat perangkat seluler), digital book, talking book dan GBS.

Langkah Mizan dapat mendorong iklim intelektual di Indonesia, sebab bagaimanapun publik (akademisi, cendekiawan, jurnalis hingga mahasiswa) membutuhkan buku-buku yang bisa diakses kapan saja tanpa membayar untuk pelbagai macam keperluan.

Lantas, apakah kehadiran GBS bakal mematikan dunia penerbitan? Tentu saja tidak. Nyaris tak ada kerugian sedikit pun dari penerbit buku, bahkan jika ia membolehkan buku-buku terbaru atau best sellernya diakses publik lewat layanan full preview.

Pertama, sekalipun pemakai (user) internet terus tumbuh, namun mereka yang searching dan kemudian mengunduh dan mencetak buku di GBS persentasenya pasti kecil. Artinya, tak mungkin pengunduh dan pencetak buku di GBS akan menggerogoti angka penjualan konvensional (buku cetakan) yang dipajang di toko buku atau toko buku online.

Kedua, mencetak buku di GBS ditaksir justru lebih mahal ketimbang membeli buku cetakan di toko buku atau tokoh buku online. Hitung saja berapa biaya yang diperlukan untuk mencetak "Ensiklopedia Nurchlish Madjid" setebal ribuan halaman. Andaipun pun dicetak, hasilnya dipastikan tidak lebih rapi dari buku cetakan. Kemasan, dari cover, perwajahan, jenis kertas, ukuran kertas hingga ukuran dan jenis huruf dari buku cetakan jauh lebih bagus dan berkualitas. Selain itu, siapapun pasti lebih tertarik mengoleksi buku cetakan ketimbang buku digital. Jadi, mereka yang suka mengoleksi buku pasti akan berkunjung ke toko buku dan memesan secara online buku-buku yang mereka lihat di GBS.

Buat saya, GBS dan sejenisnya justru merupakan promosi tepat bagi setiap penerbit untuk memasarkan buku-bukunya, tak hanya di tingkat lokal, tapi menjangkau skup nasional dan global. Google mencatat, saat ini setiap hari mesin pencarinya menerima lebih dari 5.000 pencarian buku dari Indonesia. Dari 5.000 buku itu, jumlah halaman yang dilihat sekitar 125 ribu halaman. Potensi ini pasti akan terus tumbuh. Sejumlah penerbit lokal di Amerika telah mendapat berkah setelah bergabung dengan GBS. Di tanah air, projek Mizan ini akan mengujinya. [Grha SCTV, November 2007]

Thursday, December 6, 2007

KumengingatMu

Di tepi danau kutengok purna wajahMu
membentuk garis persilangan
tegak lurus langit

Ini waktu kala pendar-pendar harap mengapung di permukaan
lalu hilang ditiup angin puyuh

Tuhan mengingatMu tak harus bertasbih di masjid
di riuh-rendah pun hadirMu niscaya

Aku selalu menyapaMu
Bahkan di genting letih kalbu

Cinere, Ramadhan 1428 Hijriah

Monday, December 3, 2007

Ibu

Ini seperti keinginan Ibu, selepas kuliah mendapat pekerjaan. Pas sekali. Kamu harus syukuri ini. Soalnya ini tidak mudah. Kamu mendapat kemudahan, benar-benar pantas bersyukur.

Namanya mengawali. Jelas harus dimulai dengan “tidak enak”. Itu sudah biasa. Kamu, menginginkan itu khan?

Nasihat tampak bertenaga dengan derai tawa ria yang sumringah.
Aku menemukan kesegaran dari seorang Ibu yang baru ‘recovery’ dari sakit.
Kulihat kegembiraan dari seorang Ibu yang tengah mengantarkan seorang anaknya.
Barangkali impiannya telah jadi kenyataan, seperti “A Dream Come True”.

Sungguh, Tuhan aku kembali punya tenaga untuk berbuat lebih banyak daripada sekadar ‘Aku hari ini’.
Aku memperoleh “air susu” pemberi kehidupan dari seorang Ibu

Meski aku di sini, tidak melihat secara kasat mata kegembiraan Ibu.
Hampir pasti aku bersama dengan kegembiraan itu, lebih dari sekadar penembusan terhadap “keterjarakan ruang-waktu”.
Ibu telah mengirimkan impuls-impuls kebahagiaan melalui kesadaranku.

Aku, kini, punya tugas mengubah harapan-harapan Ibu.
Dan itu karena syukurku terhadap proses penempuhan hidupku bertajuk “Pencarian, Menuju Keyakinan Jilid Terakhir”.

Matraman-Jakarta Timur, 12 Desember 1999

*) Melihat-lihat Jakarta: Utan Kayu, Pasar Rumpur, Melawai, Blok M
Di desaku, orangtuaku tasyakuran