Friday, June 22, 2007

Loncat Galah Bersama Filsafat

Oleh Moh Samsul Arifin




---
Judul: Berfilsafat Sebuah Langkah Awal
Penulis: Mark B. Woodhouse
Penerbit: Pustaka Filsafat Kanisius, 2000
---

KEAGUNGAN suatu bangsa memang tidak pernah abadi,” jawab Agatha kepada Marineti Dianwidhi, seorang bumiputera yang lagi melancong ke “negeri air bumi” Yunani.

“Dan mungkin ada baiknya. Ketika dunia Yunani hancur, dijajah Roma dan kemudian bangsa-bangsa lain di Asia, untunglah warisan pusaka tulisan-tulisan filsafat serta ilmu pengetahuannya diselamatkan oleh bangsa-bangsa Arab yang meneruskan tradisi Yunani. Ya, untunglah ada cendekiawan-cendekiawan Arab yang kelak masih mengolah dan meneruskan filsafat dan buah refleksi pikiran Yunani itu ke yang sekarang disebut Eropa, lewat pulau Sisilia dan Jazirah Spanyol Andalusia. Warisan kemudian dioper oleh orang-orang Barat, sedangkan bangsa-bangsa Arab semakin tenggelam tak terdengar lagi, kecuali beberapa filsuf seperti Ibn Rusyd dan Ibn Sinna,” imbuh perempuan Yunani itu.

Kutipan yang diambil dari Novel “Burung-burung Rantau” itu mewakili kekaguman penulisnya, yakni Y.B. Mangunwijaya, akan kebesaran Yunani yang mewariskan sebuah ilmu abadi yang senantiasa menarik manusia untuk mempelajarinya. Kendati cuma fiksi, apa yang dinukilkan Romo Mangun ini menggambarkan sesuatu yang pernah terjadi: Perpindahan filsafat ke tiga unit budaya -- Yunani, Arab, lalu Eropa alias Barat.

Harus diakui hingga saat ini, filsafat memang terus hidup, tak seperti entitas bangsa atau negara bangsa (nation state) yang dapat hancur. Filsafat bagaimanapun telah diselamatkan oleh manusia, tapi benarkah filsafat dapat juga menyelamatkan manusia?

Jawabannya pasti ya jika kita bertanya pada orang yang semacam Sokrates, Plato, Aristoteles hingga Ibn Rusyd, Ibn Sinna atau Mulla Shadra. Bukan itu saja, mereka akan berkoor tentang manfaat berfilsafat bagi hidupnya. Sebuah pemakzulan terhadap renyah-gurihnya filsafat, meskipun pada gilirannya dapat membuat pusing kepala.

Adanya ‘ketaksaan’ (ambiguitas) dalam filsafat itu tak urung telah menempatkan ilmu ini sebagai hal yang kontroversial. Pada satu sisi dianggapkan dapat menjadi jalan atau pengantar bagi manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atas hidup. Di sisi lain, secara a priori, coba ditinggalkan justru karena dampaknya yang dapat ‘menghancurkan’ kebenaran itu sendiri.

Pada kalangan agamawan skripturalis atau bahkan fundamentalis misalnya, filsafat sering dipandang sebagai ‘yang lain’ (the others), dan karena itu tak mesti diruwat (dipelihara) seperti agama. Buku “Berfilsafat, Sebuah Langkah Awal” ini tidak sedang membicarakan filsafat dari tilikan-tilikan di atas.

Sebaliknya, buku ini, menggunakan pendekatan positivistik, yakni memandang filsafat sebagai unit kebudayaan manusia, tanpa harus menyelidiki lebih jeluk keberadaan ilmu tersebut di dalam khazanah budaya manusia.

Sebagai buku pengantar, memang terlalu mewah, kalau harus mendadar itu semua. Seperti diakui oleh penulisnya (Mark B. Woodhouse), buku ini terbit, “untuk memberikan pandangan yang kurang lebih utuh tentang filsafat, memberikan bimbingan praktis berfilsafat, tanpa terlalu spesifik mendalami topik-topik maupun gerakan-gerakan filsafat tertentu” (hal.7).

Namun demikian, buku ini mungkin terasa sangat berbeda dengan buku-buku pengantar (beginner) lain, karena kesanggupannya dalam membantu pembaca untuk memasuki studi ihwal filsafat secara lebih mudah. Woodhouse, mengetengahkan suatu kerangka kerja yang menyeluruh mengenai apa itu filsafat beserta seluk-beluknya.

Masing-masing bab dalam buku ini membahas bagian-bagian penting dalam studi filsafat secara menyeluruh. Bab-bab tersebut akan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “Apa perbedaan antara sains dan filsafat?”, “Bagaimana caranya berpikir tentang diri sendiri?”, “Apa manfaat praktis filsafat”, “Apakah filsafat merupakan bidang profesi”.

Seluruh isi buku dibagi ke dalam tujuh bagian, masing-masing adalah obyek pembahasan filsafat; untuk apa berfilsafat; berfilsafat:langkah awal; berfilsafat: pertimbangan lebih lanjut; langkah maju dalam berfilsafat; membaca karya filsafat; serta menulis karangan filsafat.

Ketujuh bahasan tersebut, akan membawa kita pada pengertian yang memadai tentang filsafat. Disertai oleh apendiks dan glosari yang terbilang lengkap, pembaca dipandu untuk mengembara ke sumber-sumber pemikiran filsafat; sejak Thales (+585 SM) hingga Albert Camus.

Ibarat main loncat galah, buku ini dapat membuat kita ‘melambung tinggi’ ke area filsafat yang luas dan sekarang telah berkecambah menjadi mazhab-mazhab pemikiran itu. Sungguh sebuah buku yang tak hanya penting dibaca para mahasiswa jurusan filsafat! [www.moslemworld.co.id, 25 Januari 2002]

No comments: